بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
Mari kita mencoba berfikir dan
memahami sebuah ayat yang isinya sangat menakjubkan hati sang Nabi saw.
Diriwayatkan bahwa selepas
mengumandangkan adzannya yang merdu dan suara yang nyaring, Bilal sang muadzin
gelisah hatinya karena Rasululloh saw belum juga datang ke masjid. Bilal
khawatir Rasululloh saw sakit.
Bergegaslah ia menuju rumah Nabi
saw di samping masjid Nabawi. Sampai dipintu rumah, setelah berucap
salam, Bilal
memohon izin kepada ‘Aisyah r.a untuk bertemu Rasululloh saw. “ Masuklah, wahai
Bilal Rasululloh ada di kamar, “ ‘Aisyah menjawab dari dalam rumah. Maka
masuklah Bilal ke kamar Nabi saw.
Untuk beberapa saat, Bilal
terpaku. Ia terharu melihat Nabi saw yang mulia sedang duduk tasyahhud akhir.
Sementara itu di kedua mata Nabi yang suci tampak bekas tangisan, begitu juga
janggutnya yang masih basah. Lalu Bilal menyapa: “ Wahai Rasululloh, apakah Tuan
menangis? Apa yang Tuan tangisi, wahai Pesuruh Alloh? Bukankah jika ada
kesalahan yang Tuan lakukan, baik yang terdahulu maupun yang akan datang
semuanya telah diampuni oleh Alloh Yang Maha Pengampun?.
Dengan mata yang masih berlinang
air mata, Rasululloh saw yang mulia menoleh perlahan kepada Bilal. Beliau tidak
langsung menjawab pertanyaan shahabatnya itu, ia terdiam dalam perasaan dan
pemikiran yang masih ta’jub dan khawatir .
Lalu Rasululloh saw bersabda: “
Wahai Bilal, tadi malam Jibril a.s datang kepadaku. Ia membawa pesan ( wahyu
): “ Inna fii kholqis samaawaati wal-ardli wakhtilaafil-laili wan-nahaari
la-aayaatil li-ulil albaab .” artinya : “ Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang , terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal . “ ( QS Ali Imran : 3 : 190 ). Rasululloh saw segera berdiri.
Sambil berjalan menuju masjid, Beliau bersabda: “ Celaka orang yang membaca
ayat ini hanya semata membaca, dengan tidak memperhatikan kandungan di dalamnya
. “
Tangisan Nabi saw pada malam itu
adalah tangisan penuh perasaan ta’jub. Di depan matanya yang suci, ia
menyaksikan begitu megahnya jagat raya ini. Demikianlah kisah ini diungkapkan
dalam suatu riwayat. Nah sekarang timbul pertanyaan “ Siapakah yang dimaksud
dengan ulul albaab itu “ ? Dalam ayat berikutnya disebutkan: “ ( yaitu )
Orang-orang yang berdzikir ( mengingat ) Alloh ketika berdiri, duduk dan dalam
keadaan berbaring dan mereka ( juga ) memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi ( seraya berkata ): “ Ya Tuhan kami tidaklah Engkau menciptakan semuanya
ini dengan sia-sia . Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari adzab neraka“
( QS Ali Imran : 3 : 191 ) . Ayat diatas memberi signal kepada kita bahwa
disamping berdzikir juga harus berfikir.
Akhirnya banyaklah orang-orang
bertanya , “ Siapakah yang menciptakan jagat raya ini? Nah tinggal kita
sekarang ini bertanya-tanya tentang penciptaan langit dan bumi, siapa sih
sebenarnya diri kita ? Pernahkah terfikir dalam benak kita, darimana asalnya
kita, untuk apa kita hidup di dunia ini, hendak kemana pula tujuan kita nantinya.
Kami kira hal ini perlu kita renungkan
agar tidak tersesat dimuka bumi ini .
Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a
berkata : “ Man ‘arofa nafsah faqod ‘arofa Robbahu” artinya : “ Barang siapa
yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Rabb ( Tuhan ) nya. “ Di zaman
sekarang ini sudah banyak sekali orang-orang yang sudah lupa akan dirinya, lupa
asal kejadiannya, untuk apa dia diciptakan dan hendak kemana tujuannya. Mereka
tidak faham bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara dirinya dengan
Alloh swt dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi hubungan itu.
Alloh berada lebih dekat dengan
manusia daripada ruh dan urat nadinya sendiri. ( QS Qoof : 50 : 16 ). Mereka
juga tidak memahami, bahwa Alloh swt menciptakan mereka itu tidak asal-asalan,
sia-sia atau percuma dan mereka akan dikembalikan kepada Alloh swt ( QS
Al-Mu’minuun : 23 : 115 ).
Firman Alloh swt :
“ Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah dia diciptakan ? “ ( QS Ath-Thaariq : 86 : 5 )
“ Sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ( QS At-Tiin : 95 : 4 )
Penuturan ulama salaf :
Sayyidina Umar ibnul Khaththab
r.a pernah berkata: “ Haasibuu anfusakum qobla an tuhaasabu “ artinya : “Hisab
( introspeksi ) lah dirimu sebelum kamu dihisab ( dihitung ) dihari kiamat“.
Maqolah Arab mengatakan: “
Ketahuilah bahwa waktu itu ibarat pedang, jika engkau tidak memotongnya maka
dia yang akan memotongmu . “
Semua materi artikel dalam situs ini diproteksi oleh DMCA. Untuk kepentingan dakwah, silahkan Anda membaginya ke berbagai media sosial dengan klik salah satu tombol social share di bawah ini. Salam Ukhuwah!